Dusun Kontok, Jangat, Sie Bansi dan Giet adalah sebuah kawasan
perbukitan yang potensial, kaya dengan hasil kayu, karet, sayur mayur alami.
Di setiap sudut sungai atau kali
dipastikan ada tambang emas. Hewan piaraan seperti babi, sapi, kambing,
ayam, bebas berkeliaran, bisa dipastikan
kotorannyapun ada dimana-mana. Desa Kualan Hulu dan Merawa menjadi salah satu
pemasuk hasil hutan ke wilayah Balai Berkuak, dan merupakan wilayah yang
penting bagi politikus yang mengais suara agar bisa duduk, namun setelah itu
lupa segala-galanya.
Perkampungan, yang dulunya adalah
pedahasan tempat mencari kehidupan sudah berdiri lama dan kehidupan
masyarakatnya bergantung pada karet dan bertanam padi serta tanaman muda. Akses
transportasi sangat buruk. Perbaikan jalan sekadar memberikan kesempatan
untuk melaksanakan aspirasi politisi
atau anggota wakil rakyat dari dapil ini. Belum pernah terdengar perbaikan
jalan dengan plang papan nama diatas 2 miliar. Usulan perbaikan jalan melalui
musyawarah pembangunan desa dengan jumlah dana sekadarnya akan menghasilkan
mutu jalan yang jelek. Akses menuju
dusun itu terkenal dengan jalan turun naik dan berbukit terjal. Hanya
keseriusan Pemda Ketapang melalui Dinas Pekerjaan umumnya dan dengan alokasi
dana diatas 5-10 miliar yang mampu mengubah wajah kampung menuju kehidupan yang
lebih baik. Namun ini tidak akan pernah ditindaklanjuti, karena belakangan
diketahui masyarakat Simpang Hulu lebih tertarik dengan mendirikan gedung serba
guna, rumah pertemuan adat, hari
perayaan gawai adat dengan usulan proposal biaya tinggi.
Bagaimana sebenarnya model kehidupan
penduduk dusun Kwalan hulu, utamanya Kontok Jangat, dan desa Merawa dusun Sie
Bansi dan Giet? Empat tahun yang lalu,
Caritas Keuskupan Ketapang (CKK) mengadakan studi kelayakan mengenai livelihood,
hasil kajian menyimpulkan bahwa mata pencaharian utama masyarakat di empat
dusun itu menggantungkan hidupnya dari menoreh karet dan bertanam padi. Namun
karet yang mereka sadap sekarang ini adalah peninggalan dari generasi
sebelumnya, dengan model penanaman secara tanam tinggal. Habis berladang padi,
hamparan tanah ditanami karet cabutan, sesudah ditanam lalu ditingggalkan
begitu saja tanpa perawatan. Ini model dan cara tanam yang sudah hidup bertahun
tahun, bahkan sudah menjadi cara bertanam yang sudah melekat seperti tai kucing
rasa coklat.
Selamatkan penghidupan kami. Selamatkan
karet kami, selamatkan tanah kami. Ajari kami cara merawat tanaman penghidupan
kami agar tetap menghasilkan dan kami bisa hidup dengan lebih baik. Itulah
sepenggal harapan dan cita-cita masyarakat ketika menyadari bahwa warisan model
penghidupan yang ditularkan moyang mereka adalah mengelola tanaman kebun karet.
Setiap pertemuan kelompok lalu menjadi wadah yang sangat baik untuk berbagi
pengalaman, berbagi ilmu, dan yang sangat baru adalah belajar membuat rencana
kerja bersama dalam kelompok. Hasilnya? Tersusun rencana kerja bulanan, bahkan tahunan; apa
yang akan dikerjakan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan mereka
merawat tanaman karet yang diwariskan orang tua mereka dengan cara yang lebih
baik dan terukur dari hasil.
Namun ketika mereka melihat bahwa
prosesnya panjang, tidak segera memberikan hasil, mereka mulai tidak sabaran.
Mereka mulai malas berbagi ceritera sukses dalam pertemuan kelompok, dan yang
lebih parah lagi ketika musim tebang tiba, sangat sulit meminta mereka untuk
bertemu dalam kelompok. Kalender musim seperti membuka lahan baru, musim
membakar, diteruskan dengan musim menanam atau menugal, kemudian dilanjut
dengan merumput, setelah itu musim panen, belum lagi musim buah bisa dipastikan
akan sangat membantasi pertemuan-pertemuan kelompok. Budaya royong dengan
sistim membayar waktu kerja kembali kepada tetangga akan berlangsung berbulan
bulan, dan kami yakini hadir dalam pertemuan kelompok adalah saat-saat yang
sangat berharga dalam sebuah pendampingan komunitas. Sekali lagi royong ataupun
pengari istilah orang Giet bukan
kebiasaan yang buruk ataupun jelek, bahkan ini dapat menjadi warisan budaya
yang baik. Hanya saja dalam konteks jaman dengan aneka kemajuan dan keperluan hidup
yang begitu tinggi, dan kejar-kejaran waktu sangat berharga. Bagaimana cara
mengelola pertemuan bersama komunitas agar menjadi kelompok yang mandiri,
bagaimana pertemuan dapat menjadi saat yang indah untuk berbagi ceritera tentang
praktek pengadaan bibit karet yang unggul, ibu ibu bisa berkisah tentang
pendapatan bulan ini dalam pencatatan keuangan yang sederhana. Tidak
ketinggalan bapak-bapak berkisah tentang kebun sayur yang kurang berhasil
karena gagal membuat pupuk kompos. Ini akan menjadi pertarungan yang sengit dalam rangka perubahan cara laku, cara kerja,
cara pikir, cara beradat. (PA)