PSE-Caritas Ketapang

Website Resmi PSE-Caritas Keuskupan Ketapang

VIDEOS



bibit karet unggul sudah payung tiga
Dari 30 anggota, tinggal 23 orang yang setia bergabung dalam program IBF (inisiatif basket Fund) sebuah pendampingan dengan pendekatan Communty managed(CM). Seleksi alam dan perampingan kelompok ini terjadi pada waktu kunjungan staf dan direktur CKK Rabu, 19-20 Agustus 2015 dalam rangka monitoring dan praktek lapangan okulasi karet unggul di komunitas Tanjung Beulang Serengkah. Hadir anggota kelompok untuk mengikuti pelatihan okulasi sebanyak 23 orang. Staf CKK yang hadir, Marselus, Yoh Budin, Petrus Apin, Ign.made.
Diskusi mengenai peleburan kelompok ini cukup seru. “Betulkan romo, sejak semula saya yakin hanya kelompok ini yang akan bertahan” komentar Kek Doyan menjawab kenapa jumlah kelompok berkurang. Tutur dia  lebih lanjut, ”kita-kita inilah yang sejak awal ikut bicara, berdiskusi, merencanakan kegiatan ini, yang lain hanya merasa tertarik, mendengar dari orang lain, melihat kegiatan kita bagus namun sesungguhnya tidak mengikuti proses dari awal”.
tetap anthusias
 “Kita coret saja mereka yang sudah beberapa kali tidak hadir, melemahkan semangat yang aktip saja” sela Iba.

Dalam arahan singkat, Direktur Caritas Ketapang mengingatkan kembali bahwa sesungguhnya jumlah target pendampingan awal untuk kelompok budidaya karet unggul untuk Bapak bapak adalah 15-20 KK, sementara pendampingan kelompok ibu-ibu untuk pengolahan bahan lokal dalam usaha meningkatkan asupan gizi anak 15 ibu-ibu. Namun ketika pembentukan kelompok melalui SKLP (study kelayakan livelihood promosi), anthusias warga sedemikian tinggi, sehingga fasilitator menerima pertimbangan Kepala Desa untuk menampung orang yang mau bergabung, asal ikut kesepakatan. Jadilah jumlah kelompok dampingan menjadi 30 orang dibagi dalam dua kelompok.

“Saya hanya tidak ingin mengecewakan warga yang hadir waktu itu” Ungkap Yustinus. Menurutnya, semakin banyak warga ikut dan terlibat, apalagi berjanji untuk berswadaya, akan semakin baik bagi pembangunan desa Tanjung Beulang ini.
“Namun maksud baik saya tidak sepenuhnya benar”. ujar Kepala Desa ini kesal. Lebih lanjut ia mengajak anggota yang hadir untuk tetap satu hati melanjutkan kegiatan dalam kelompok dan belajar berproses.  
“Jumlah banyak tidak menjamin apa-apa, semuanya ini bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk anak cucuk kita” ungkapnya menantang.

Kelompok yang dulunya terdiri dari dua kelompok, meleburkan diri menjadi satu kelompok dengan nama “Sinar Baru”. Mereka berjanji untuk tetap meneruskan belajar berproses dalam kegiatan kelompok.

Selama pendampingan telah dibagikan  kepada masing-masing anggota sebanyak 30 orang, 4000 batang stump karet unggul sebagai inisiatif awal. Bibit karet unggul (stump) itu  harus dirawat, kemudian dipindahkan ke lahan masing masing.  100 batang disisihkan dan ditanam di lahan kelompok untuk sumber mata entres. Setiap keluarga sepakat untuk  menanam 400 batang di lahan seluas  1 hektar. Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan pendampingan kita mengajarkan mereka untuk belajar praktek okulasi, agar mereka bisa mengusahakan sendiri kekurangannya, tanpa harus tergantung dari bantuan.

Pertengahan September ini, program IBF berakhir. Dari hasil monitoring lapangan , kami melihat ada 23 kk yang aktip merawat dan memelihara batang stum hingga payung tiga, artinya sudah siap dipindah ke lahan sendiri. Ada 7 orang sudah menanam bibit karet unngul di lahannya sendiri, 7 orang sudah membawa dan menyiapkan penanaman ke lahan mereka, namun belum menanam. Ada 6 kk yang masih membiarkan bibit itu di lahan bersama, namun tetap merawatnya, akan memilih waktu yang tepat, ada 3 yang tidak merawat sehingga kerdil. Untuk itu mereka yang kurang memperhatikan dan kurang aktif, bibit diserahkan kepada mereka yang sudah siap menanam. Itulah semangat kebersamaan kelompok  Sinar Baru yang dipimpin oleh bapak Iba.
Tantangan utamanya menurut mereka ialah waktu banyak  tersita untuk menjaga tanah pedahasan agar tidak diukur orang lain. Akhir-akhir ini orang begitu mudah mengaku bahwa tanah ini miliknya, kemudian menandai dengan patok atau rentesan, lalu menjual ke pengepul tanah (toke). Itu alasan mereka beberapa kali absen praktek okulasi bersama dalam kelompok.

Pembelajarannya ialah, tetap setia mendampingi mereka yang tetap mau membantu diri mereka sendiri untuk membela masa depan yang lebih baik. Tidak semua happy dengan sawit, namun juga harus ada program yang berarti untuk mereka yang tetap mencintai matapencaharian dari menoreh karet. Bukan penampilan, tapi pola, keteraturan. semoga(Mrsl)
| Blogger Templates - Designed by Colorlib