PSE-Caritas Ketapang

Website Resmi PSE-Caritas Keuskupan Ketapang

VIDEOS


 (sebuah catatan menjelang evaluasi akhir  program DA)
ketika kami mengkompilasi hasil survey random

" pergilah ke tengah masyarakat kawan, tinggalah ditengah mereka, belajarlah dari mereka”( credo pendampingan)
"buatlah perencanaan bersama mereka, bekerjalah bersama mereka, mulailah dari apa yang mereka tahu, membangunlah berdasarkan apa yang mereka punya, mengajarlah dengan memberi contoh, belajarlah dengan melakukan” credo pendampingan 2)
 Bukan membuat etalase, tapi memberi pola
Bukan memberi barang rombengan, melainkan sebuah sistim
Bukan pendekatan sepotong-sepotong melainkan pendekatan utuh
Bukan untuk menyesuaikan melainkan untuk membaharui
Bukan memberi bantuan tetapi membawa pembebaasan



Hari Rabu,19/8/2015, kami staff CKK datang ke Tanjung Beulang Serengkah, Tumbang Titi. Rencana ini memang sudah teragendakan. Kami ingin melihat sendiri bagaimana komunitas melakukan praktek okulasi bibit karet unggul, disamping ingin menikmati kue-kue olahan ibu-ibu yang dilatih untuk memanfaatkan bahan-bahan olahan lokal seperti singkong, keladi, labu kuning, jagung.
Saya pikir ini menjadi kesempatan yang sangat berharga dan tak boleh terlewatkan. Minimal saya bisa membuat tulisan kecil untuk website CKK, sekaligus  mengumpulkan bahan-bahan  end-evaluation untuk program Inisiatif Basket Fund, siapa tahu sambil menimang anak yang baru lahir, Pak Doni Akur, sempat baca, meski itu tidak akan dilakukan soalnya bahaya, ini putra yang ditunggu sampai harus membuat pilihan berat, Cinta Indonesia timur atau cinta istri yang lagi hamil berat dengan bobot 4-5 kg…ini bocoran mbak Susan lho….

Bapaknya  Alvaro yang cermat
Maksud hati ingin hadir untuk praktek okulasi karet, pagi hari, 20/8/2015, mengingat fasilitator kami sudah menyiapkan mata entres hingga seratus batang, dengan harga yang cukup mahal, ee tahunya mereka malah mengajak untuk duduk beremebug membahas keadaan kelompok. Saya pikir tidak akan lebih dari sejam untuk menyelesaikan persoalan kelompok. Tidak terasa hari sudah pukul 11.00 siang, dimana menurut ilmu karet, saat yang tidak baik untuk praktek okulasi karet, karena cuaca panas.
Yohanes Budin akhirnya meminta praktek okulasi karet  diundur sore hari. Sambil menunggu makan siang dengan masakan “bekasam babi” yang aromanya sudah tercium, kami meneruskan urun rembug sampai akhirnya ada pembicaraan tentang perampingan kelompok. Direktur yang hadir tinggal diam dan menyimak baik-baik rencana kelompok untuk merampingkan kelompok dampingan karet.
 Bagi kami sih tidak masalah, yang penting kelompok tetap merawat karet unggulnya, tetap semangat melatih diri agar trampil menghasilkan bibit unggul, dan lebih penting capaian program tidak memalukan amat. Soalnya akan merampas kegembiraan pak Dony Akur dan merendahkan martabat dan Identitas Caritas Ketapang…ooo. Wah “Bekasam” babi yang rada-rada menebarkan bau yang menyengat…., sudah siap, namun direktur tidak mampu makan bekasam. haha

Capek denger berita kelompok semakin berkurang, ada apa gerangan kiranya
jatuh bangun ku mengejarmu sampai ada cap meterai
Masih ada waktu 3 jam sesudah makan siang bersama, sambil menanti praktek okulasi karet, saya memanfaatkan waktu untuk mencari tahu menanyai anggota, mengunjungi lahan mereka. Hal itu harus dilakukan sebagai pembuktian untuk ceritra sukses yang dikisahkan selama ini baik oleh fasilitator maupun anggota kelompok. Evaluasi yang disertai uji-pantau, wajib hukumnya, pesan Pak Dony yang saat ini lagi meninabobokkan sang buah hati. Hahaha mana tertawa kasnya pak Alvaro Gabriel
Berita jelek yang bikin getar dada, hanya sedikit saja yang sudah menanam karet di lahan, oleh karena kesibukan menjaga hutan  takut dicuri orang. Saya marah dan sangat kecewa. Bukan kah awalnya yang minta pendampingan adalah masyarakat Tanjung Beulang. Bukankah yang meminta agar diberi pendampingan dan mendatangkan karet unggul adalah masyarakat Tanjung Beulang. Bukankah yang minta dilatih okulasi bibit unggul adalah masyarakat Tanjung Beulang? Lantas kenapa sesudah 9 bulan berjalan hanya beberapa orang saja yang serius. Saat itu bukan hanya saya yang kecewa, diirektur nampaknya juga kecewa menahan marah.
kelompok ibu-ibu yang tetap semangat.
Saya ingat betul, ketika survey awal. Saya kehabisan nafas untuk bisa sampai ke kampung Beringin Raya dan Tanjung Beulang, hanya ingin memastikan apakah memang mereka masyarakat yang rentan dari  ekonomi, kesehatan, pendidikan dan akses jalan, seperti pengakuan mereka dalam suvey.
Belum hilang cap materai snalpot dikakiku akibat tertindah kendaraan ketika survey melewati bukit dan jalan berlumpur dan berlumut.
Saya ingat betul bagaimana kita bersama menggali sebab akibat dari permasalahan yang ada di desa ini. Saya ingat betul bagaimana dengan cermat dan teliti Pak Doni bertanya dan meyakinkan bapak ibu yang hadir waktu itu, apakah memang serius akan mengusulkan dan merencanakan pendampingan bersama Caritas Ketapang. Pak Kepala Desa, Pak Demong , Pak RT, ketua umat, ibu ibu anthusias benar waktu itu. Masak sekarang loyo, uh uh…”
 Saya ingat betul seorang anak muda berteriak, kapan lagi kita mau belajar, kapan lagi kita bangkit dari ketergantungan kita, sekarang saatnya. Ayo kita kompak, kita bisa.
Separah itukah, gagal totalkah, tidak ada artinya kah. Kok mereka pada tenang dan gembira saja. Kok fasilitator senyum senyum saja dikerumuni ibu-ibu sementara yang bapak merokok sambil behirup ria. Apakah aku underestimet dengan mereka.
Ah, tentu tidak lah
Kek Doyan satu dari 7 orang sdh tanam di lahan sendiri
Oh Tuhan jauhkanlah kiranya kegagalan ini. Hambamu baru belajar mendampingi.Saya tidak rela itu terjadi pada kelompok dampingan kami, Tanjung Beulang. Saya salah satu orang yang bertanggungjawab. Saya sudah bolak balik datang ke kampung ini sesuai dengan rencana anggaran yang teliti dan ketat. Saya sudah membuat laporan dan evaluasi setiap bulan dan dikirim ke Karina. Bahkan sudah direvisi setiap kali ada kekeliruan Meski capek ijinkan aku melihat hasil karet mereka. Sekarang, sekarang, sore ini juga.
 Berbagai macam isu, berita, kesulitan, persoalan saya dengar sambil berjalan menuju lahan salah seorang anggota yang sudah berhasil memindahkan bibit karet unggul dari kebun kelompok ke kebun pribadi. Mereka juga berkisah dari 90 stum karet unggul yang dibagikan Caritas Ketapang sebagai inisiativ awal, hanya 50 batang yang bisa ditanam, lainnya mati. Tak ada kegelisahan diwajah mereka. Pembelajaran ini sangat mahal  berat namun berharga, itulah yang saya dengar dari kisah 7 orang yang berhasil memelihara, merawat, sumber mata entres. Tak terasa saya sudah berjalan kaki 2 jam menuju lahan kek Doyan.
analisa sebab-akibat
Saya jadi sedikit terhibur meskipun malu. Saya faham ini kesalahan saya. Terlalu baik dan yakin bahwa semua yang berniat baik dan mau bergabung dalam kelompok akan semuanya setia. Ternyata tidak semuanya faham akan apa yang mereka minta sendiri. Maka pendampingan yang baik memang harus melibatkan komunitas. Mengikuti cyklus program, mulai dari perencanaan hingga penutupan program.  

Kawatir berlebihan
Ketika sampai di lahan, rasa letihku hilang karena melihat karet dengan payung tiga sudah ditanam. Mereka menanamnya dengan rapi padahal praktek ajir (membuat lobang dengan jarak tanam 6x4 meter) menurut jadwal sekolah lapang baru  sekali..
Dua jam sebelumnya aku begitu kawatir, bahkan kekawatiranku nampaknya berlebihan. Mungkin karena itu kelompok ini tetap merasa belum gagal, karena pengetahuan budidaya karet unggul ini adalah pengalaman pertama mereka, yang selama ini terbiasa dengan gaya tanam tinggal, ditambah kesulitan mereka membagi waktu antara berburu di  hutan sambil menjaga hutan dan dahas agar tidak dijarah orang dan dijual ke perkebunan yang memang lagi marak di areal penggunaan hutan (APL)

 Satu tahun pembelajaran emang gila juga
kekawatiranku kali berlebihan
Saat duduk istirahat sejenak, saya mengingat-ingat  lagi riwayat program pendampingan caritas keuskupan oleh Karina. Saya mencoba mengingat jati diri pelayanan saya dalam lembaga Caritas ini. Sepuluh bulan hadir membawa pelayanan yang bermartabat, menyenangkan banyak orang dalam arti adil, membuat orang senang damai, rasanya gila. Gila saja. Saya dituntut memahami konteks pelayanan dalam arti tahu benar situasi orang yang saya layani. Itu masih bisa saya fahami karena saya terlahir sebagai orang Dayak. Namun dengan struktur managemen yang sangat terbatas, keuangan yang belum  mandiri, belum memadai, saya dituntut profesional dan bekerja berdasarkan standar operasional yang ketat, transparan dan semua terdokumentasi…berattt dan sekali lagi gila.

Maaf Romo, maaf pak Dony,mbak Tatik, mbak Pia Sesi, Yohanes Budin, Pak Petrus Apin, Mas Danang, Pak Aloysius. Sungguh ini  pikiran liarku saja.Tidak usah diambil hati.
Ayo optimis

Biarpun mereka kini hanya tinggal 23 orang namun mereka ternyata masih menunjukan kemauan yang tinggi. Ini barangkali yang dimaksud Jokowi “ayo optimis semua” Sosok seperti Yohanes Budin sahabat saya, optimis setia mendampingi. Pak Yustinus, kepala desa Tanjung Beulang optimis masih aktip hadir bersama kelompok. Kek Doyan sudah tua namun bibit karet sudah terawat baik di kebun sediri. Mudah mudahan 7 kk yang telah menanam di kebun sendiri menyemangati mereka yang masih dalam tahap menyiapkan lahan. Yang 3 kk jangan marah ketika karet anda yang tidak terawat justru dirawat oleh mereka yang sangat memerlukan. Yang penting optimissssss, namun jangan dibuat-buat.
Sampai saat ini sisi pencerahan dan optimisme masih saya miliki. Saya masih akan menyampaikan laporan saya untuk terakhir. Dimanapun nanti saya, apapun dan siapapun saya 4 hal yang akan selalu saya kenang. Apa  kegiatannya, apa tantangannya, apa pembelajaran, dan apa rekomendasinya kedepan.


Optimis mampu menghadirkan semangat belajar. Optimis itulah mampu menciptakan dan menyemangati diriku. Trimakasih kawan, trimakasih Pak Dony. Sampai ketemu di pertengahan September, harap Alvaro Gabriel Akur beserta ibunya sehat.Salam DA. (mrsl) 

| Blogger Templates - Designed by Colorlib