PSE-Caritas Ketapang

Website Resmi PSE-Caritas Keuskupan Ketapang

VIDEOS

Selasa, 12 September 2017, Tim Posko Paroki St Maria Assumpta Tanjung mengadakan rapat untuk membagikan pengalaman Forum Group Discussion (FGD) yang diadakan tim enumerator (kajian data) untuk memverifikasi secara kualitatif data kuantitatif yang telah dihimpun oleh tim selama masa penanganan bencana banjir yang terjadi di bantaran sungai Jelai tempo hari (30/08/17). Proses yang dilakukan tim adalah masuk ke desa-desa terdampak dan bertemu dengan warga terdampak. Warga terdampak dikategorikan laki-laki dan perempuan dengan ketentuan peserta minimal sejumlah 12 orang. Pembedaan kelompok diskusi dengan kategori laki-laki dan perempuan ini dimaksudkan untuk membaca kebutuhan lebih cermat. 
Pendalaman data melalui FGD ini dilakukan di 8 Desa yang dipilih oleh tim berdasar wilayah bantaran sungai dan tingkat kemendesakan bantuan. Desa-desa tersebut adalah Pasir Mayang, Sidahari, Tanggerang (desa-desa bagian hulu anak sungai Kiri), Karangdangin, Riam Danau, Kesumajaya (desa-desa bagian hulu anak sungai Jelai), Deranuk (desa pertemuan dua anak sungai) dan Asam Jelai (desa bagian hilir sungai Jelai).
Mengenai informasi desa-desa yang berada di bantaran sungai Jelai, klik di sini.
Banyak hal yang menarik diungkapkan para warga yang terdampak bencana banjir ini. "Mereka seperti belum memiliki tempat untuk membuang beban perasaan yang mereka lakukan," kata Jurin salah satu tim kajian data FGD. "Karena pemerintah (tingkat kabupaten -red) sangat lambat dalam proses penanganan bencana ini, maka banyak warga yang merasa terbebani atas bencana ini," kata Danang, salah satu tim kajian data FGD. "Kebutuhan laki-laki dan perempuan jauh berbeda. Para laki-laki kebanyakan mengungkapkan kebutuhan yang mendesak mereka dalam peralatan teknis untuk bekerja dan bertani. Sementara itu, para perempuan lebih banyak mengeluhkan kebutuhan-kebutuhan peralatan dapur dan rumah tangga," tambah Danang. 
Seusai melakukan FGD, Liong Kun dan para tim kajian data lainnya membantu para korban bencana untuk mulai cermat mengamati terjadinya bencana. Mereka membuat garis tanda ketinggian air sungai pada salah satu rumah warga di Pasir Mayang yang posisinya paling rendah dan menempel bibir sungai. "Kami membuat garis ketinggian 50, 75, dan 100 centimeter dari tanah. Bapak yang ada di rumah itu mengevakuasi diri sejak air setinggi 50 cm dan akhirnya selamat karena akhirnya tak lama kemudian, sungai itu merendam seluruh rumah itu yang tingginya kira-kira 2,8 meter. Saya memberi tahu kepadanya bahwa kalau air sudah sampai ketinggian 50 cm meter di desa Pasir Mayang, desa Tanggerang harus mulai siaga. Ini berguna agar mereka yang hidup di pinggir sungai sepanjang sungai Jelai ini bisa saling berbagi kewaspadaan," kata Liong Kun.
Setelah berbagi cerita tentang FGD yang dilakukan, RD Ignasius Made sebagai Penanggungjawab Capacity Building meminta agar kesempatan ini menjadi pembelajaran yang berharga bagi Tim Posko Paroki Tanjung untuk semakin mampu mencari data dengan cermat. Fredericus Sundoko, tim koordinator tanggap darurat Karitas Nasional, meminta agar semua data dikompilasi menjadi satu kesatuan informasi. "Apa yang kita lakukan dalam pendataan ini sangat bagus karena dari 214 responden kita, ada 58,4% responden perempuan, 26,2 % responden laki-laki dan  7,9% anak-anak perempuan, 7,5%, anak laki-laki. Ini berarti perhatian kita pada kebutuhan perbedaan gender cukup baik," kata Sundoko. Tim kajian data FGD melanjutkan dengan kerja kelompok untuk menyatukan data-data tersebut. (MoNdhan)



| Blogger Templates - Designed by Colorlib