Mgr Pius |
Caritas
Ketapang.com – Mgr Pius Riana Prapdi mengutarakan
keprihatinannya mengenai dampak asap yang menyelimuti Pulau Borneo, Ketapang
kususnya, dalam tiga bulan ini. “Sangat mengganggu aktivitas dalam segala segi
kehidupan”. Ucapnya sambil menepuk dada. Beberapa kali hujan turun, berharap akan mengurangi kepekatan asap, ternyata tidak
juga. Kandungan air di area gambut sudah sedemikian kering, ditambah cuaca
panas menimbulkan gas oktan yang mudah
sekali terbakar. Harus ada gerakan yang komprehensif yang mampu membuat orang
terpanggil dari lubuk terdalam mencari jalan keluar untuk mengatasi krisis ini, papar
beliau. “Saya meminta Komisi Pemberdayaan Masyarakat (PSE) dan Caritas Keuskupan
(CKK) untuk menterjemahkan keterlibatan Gereja lokal Keuskupan Ketapang ini
dengan gerakan yang komprehensif dan terukur”.ujarnya beberapa kali.
“Proses
asap ini terjadi karena semakin menipisnya air dalam kandungan gambut,
dan kekeringan yang berkepanjangan akan
memunculkan gas oktan yang mudah sekali terbakar. Akibatnya titik-titik api
akan muncul dimana mana” ujar beliau lebih lanjut kepada Caritas ,
Jumat,16/10/2015.
Menurut Mgr Pius,
Tidak bisa disangkal, pembukaan kebun dalam sekala besar, dengan pembukaan
kanal-kanal di area gambut mempercepat
pengeringan gambut sehingga bisa segera ditanami sawit, memang sangat berperan
menimbulkan kekeringan. Persoalan asap adalah persoalan air. Ungkap beliau sambil mengelus dahi.
Selain itu model
pertanian yang mengandalkan unsur hara dari hasil pembakaran yang berulang
setiap masa pembukaan musim tanam padi tiba, lama kelamaan tanah akan haus
dan tipis. Oleh karena itu gerakan untuk memanfaatkan sisa-sisa, daun, rumput,
apa saja yang berbau sampah dijadikan pupuk harus menjadi gerakan memberi kepada alam. Kita
sudah terlalu banyak mengambil
dari alam ini, ujar beliau dengan bersemangat.
“Gerakan menanam,
adalah gerakan memberi dan berbagi, agar alam ini cukup air untuk membasahi
bumi, maka setiap kali kunjungan pastoral ke paroki pedalaman saya selalu mencari
kesempatan untuk menanam biarpun hanya satu batang pohon”. Ceritra Mgr Pius
sambil memperlihatkan foto dukumentasi kunjungan beliau melalui laptop dengan management file yang rapi.
Jika gerakan untuk
mengubah mindset dari mengambil sebesar-besarnya dari alam, dikembalikan dengan
gerakan berani berbagi dan memberi tanpa
dipaksa, kepada bumi, apa lagi gerakan
penuh cinta muncul dari hati yang iklas dan bangga melakukannya, maka alam ini
juga akan ramah kepada kita, tandas beliau lebih lanjut.
Sekali lagi saya
memohon, dan meminta “ PSE sebagai
animator, dan Caritas sebagai gerakan belarasa
harus bekerjasama membawa jiwa-jiwa (anima) kepada gerakan yang mampu menggetarkan jiwa untuk
merasakan kemendesakan pemulihan keutuhan ciptaan ini”
Jangan lupa “asap ini
juga dapat menjadi berkat agar kita
semakin berani bersyukur dan iklas berbagi membangun passion (belarasa) untuk
sesama kita. Selain itu, menurut bapak Uskup, setiap orang sesuai profesinya
sebenarnya memiliki cara yang ampuh dalam mengekspresikan bela rasanya.
Banyak hal yang dapat
kita buat, seperti penguatan kelompok melalui retret rasul sosial, latihan
kepemimpinan melalui kegiatan kaderisasi
para rasul sosial agar tampil anak-anak muda yang berani berbagi dan berbelarasa;
Mengadakan sekolah lapang, dengan memperkenalkan cara membuat pupuk biosol
organik sebagai cara untuk memulihkan usur hara yang telah hilang. Tapi yang utama
adalah membangun kesadaran bahwa menjaga bumi dan seisinya adalah panggilan
hati dan tanggun jawab setiap orang. Caranya adalah dengan menanam pohon,
menjaga wilayah aliran sungai dengan tanaman seperti bambu, karena bambu
penyangga DAS dan penyimpan air sekaligus bernilai ekonomi tinggi. Salam belarasa(ckk)