Dana Inisiatif
Caritas Keuskupan Ketapang- Penyusunan Proposal dengan judul “Meningkatkan Kapasitas Kelompok Tani Dan Asupan Gizi Anak-Anak Melalui Pelatihan Budidaya Karet Dan Pengolahan Bahan Pangan Lokal”, oleh team Caritas
Keuskupan Ketapang (CKK) untuk mengakses dana inisiatif sedang dalam proses
penilaian. Anggota team Karina untuk Penemanan Caritas-Caritas Keuskupan yang familiar
dengan sebutan DA(diocese accompaniment), Doni Akur, Senin, (4/8/2014) siang, menyampaikan hasil koreksi atas
draf proposal kepada kami. Proposal akan
segera dibawa ke komite penilian, apakah lolos atau tidak, sabar saja, tulisnya
via e-mail.
Penemanan Caritas Keuskupan yang
berujung pada penulisan proposal inisitif yang dipromosikan Karina bekerja sama
dengan Caritas Italiana adalah sebuah model pembelajaran yang sistimatis,
terukur dan refleksif, bagaimana seharusnya lembaga Caritas yang bergerak dalam
pelayanan pemberdayaan komunitas hadir memberikan pelayanan. Sebuah model
penemanan yang menurut pengalaman kami setelah 6 bulan ditemani menjadi tonggak
pendampingan baru bagi Caritas kami, karena untuk pertama kalinya kami dengan
gamblang melihat jati diri kami (identitas Caritas), struktur management, dan
konteks.
Kalau mau jujur, modul yang dihasilkan
dari pendampingan dengan beberapa Caritas Keuskupan oleh Karina (DA) dan telah
dishare ke Caritas kami, juga menjadi tonggak baru untuk bekerja dengan
profesional dan pelaporan dengan sistim standard, juga akan menjadi support
yang baik,sekalipun oleh mereka atau Caritas yang merasa sudah terbiasa dengan
proyek kerja sama international.
Caritas Ketapang yang kini sudah
memasuki tahun ke 6, berdiri 25
September 2008, sangat beruntung mendapat pengalaman projek dengan sistim pengelolaan
yang standard dengan Community managed
(CM) sebagai sebuah metoda pendekatan untuk pemberdayaan comunitas. Pengalaman
berproyek, (mohon maaf masih pakai kata proyek, yang mestinya harus dihindari
dalam bahasa pemberdayaan Caritas, kritik mbak Wanti), menjadikan kami semakin
menyadari betapa tuntutan profesionalisme, accuntabilitas, sistim pelaporan
yang ketat dan transparan, sangat penting. Dan ternyata dalam pendampingan DA
hal tersebut menjadi pokok pembahaasan.
Tiga dimensi utama, yakni Identitas(nilai),
Struktur(management), dan konteks (profiling)benar-benar harus menjadi
pemahaman yang mendalam untuk setiap Caritas.
Bukan karena pendampingan ini sudah biasa dilakukan, melainkan pemahaman
ini perlu difahami bersama agar proses berjalan. Kadang muncul kesombongan,
dengan mengatakan, kami memiliki cara yang lebih baik, untuk apa ikut proses.
Mengapa harus buang-buang waktu yang prosesnya sudah pernah kami lakukan. Untuk
apa capek-capek membuat assessment dan profilling, kita sudah terbiasa kerja
menghadapi masyarakat.
Kalimat mengapa harus lama-lama
berproses kalau ada yang bisa lebih cepat, toh yang penting hasilnya.
Itulah agoransi yang seharusnya tidak
boleh menjadi claim lembaga pelayanan Caritas. Tiga dimensi pendampingan,
Identitas (nilai), tata kelola, dan konteks pelayanan harus menjadi gerakan
tree in one. Tiga didalam satu. Komitmen yang kuat sekalipun, kalau tidak
dimanaged dengan baik, bersama dan dalam konteks komunitas (pemetaan persoalan)
akan sia-sia hasilnya. Proyek oke, fine, tapi pelayanan business as usual.
Catatan penting lain adalah,
penemanan DA kalau mengikuti alur dan prosesnya dengan tekun pada akhirnya
akan menghasilkan sebuah design program yang bagus dan dipercaya. Artinya apa?
Setiap program pelayanan akan berbasis dari persoalan real komunitas, disambut
dengan komitmen yang tulus, dihajar oleh tatakelola yang akuntable, porfesional.
Maka menurut saya DA bukanlah program dampingan pelengkap penyerta bagi Caritas
Keuskupan. Bagiku sumbangannya sangat besar. Orangnya prabowo bilang TMS,
terstruktur masif dan sistimatis, itulah yang kurasakan. Sangat bermakna ketika
team kami diuji dalam mengusung program inisiatif dengan design proposal yang
baik, baik dari komitmen, baik dari struktur, berdasarkan konteks. Inilah
pendampingan yang tak ternilai harganya bagi Caritas Keuskupan Ketapang.
Untuk pelayanan pada masyarakat yang
rentan dari akses ekonomi, pendidikan, kesehatan, budaya religi, kita harus
bolak balik ke komunitas, memastikan kerentanan mereka, merumuskan bersama
dengan mereka, ber- PRA dengan mereka,apa iya itu persoalan mereka, atau ini
hanya asumsi baik kita saja. Sesudah itu kita harus duduk kembali menganalisa
persoalan, mencari akar masalah, mengajak komunitas bercita-cita akan keadaan
hidup yang lebih baik. Dan semuanya itu harus dalam proses, tidak bisa
diperpendek waktunya hanya karena capek, atau pertemuan membosankan, biarkan
mengalir, sampai komunitas happy dengan apa yang mau dibuat bersama. Kalau itu
sudah menjadi keputusan komunitas, beban caritas akan ringan, kata bapak Doni
ketika mendampingi kami berproses di desa Tanjung Beulang, Kecamatan Tumbang
Titi.
Di Sintang dan Ruteng Program DA dikenang
sebagai gerakan pemersatu Caritas dengan Komisi-Komisi yang ada di Keuskupan.
Informasi yang sering muncul adalah
Caritas Keuskupan tahunya hanya mengelola proyek. Tapi berapa orang yang
sungguh mau mengerti bahwa untuk melakukan pelayanan (proyek) butuh pemahaman
yang mendalam dalam tiga dimensi yang saling bertemu, nilai cinta yang dibawa
dengan profisional dan vocasional dalam komonitas yang rentan (konteks). Oleh
karena itu rasanya sayang pendampingan ini tidak dilanjutkan, biar semakin
banyak Caritas seperti kami, Identitas rapuh, apa lagi structur managemen nol ,
tapi pelayanan luas, mendapat energi baru.
Didera berbagai kesulitan antara lain komitmen yang
kendor, kekurang mandirian finansial,
keterbatasan struktur manegement, keterbatasan baseline data, sering membuat
kami serba bingung melangkah. Hal ini diitambah lagi masing-masing komisi yang
bergerak dalam pemberdayaan, mengklaim ini wilayah pemberdayaan komisi. Yang
jelas kami harus belajar terus, karena hidup adalah proses belajar. Tanpa ada
batas umur,tanpa ada kata tua, jatuh, berdiri lagi, kalah, mencoba lagi, gagal,
bangkit lagi,sampai Allah memanggil "Waktunya pulang"
Enam bulan
perjalanan DA membuat kami cukup merenung, ternyata untuk bercaritas yang benar harus memiliki komitmen yang
tinggi, analisa yang baik terhadap identitas, struktur dan rencana kerja
konteks, dan selalu kembali pada action plan. Dan mengakses dana initiatif
adalah cara uji Caritas apakah dalam rencana pelayanan ke depan, kegiatan pelayann
akan semakin profesional dan mandiri atau tidak. Trimakasih Dony, Mbak Wanti,
team DA Karina. (md)