Batu Daya, yang indah dikelilingi sawit. |
Hari-hari kemarau
panjang, menjadi penderitaan yang berkepanjangan. Kabut yang tebal membuat dada sesak, mata jadi perih, hati
galau. Pastilah debu jalan akan semakin
tebal saja di jalan tanah merah yang akan kulewati dalam rangka kunjungan umat
ke stasi Kambera. Masyarakat mengeja dengan Komora, sebuah desa ditepi
perkebunan sawit PT SMP, Batu Daya, wilayah Kec.Simpang Hulu Kab.Ketapang Kalimantan Barat.
Hari ini hari
jumat pagi seperti biasa, aku berangkat menuju Stasi dengan kendaraan motor
kesayanganku KLX 150, jenis trail. Melewati kampung-kampung, terasa nyaman,
karena masih ada kegiatan dan suara
kehidupan yang beragam. Ada kokok ayam, suara binatang piaraan ada tai kambing
dimana-mana ada babi bekubang ditengah
jalan, sapi lewat. Ah pokoknya asyik deh.
Siangnya melewati
perkebunan sawit, pk.11.00, jalan tanah kering, bekas debu masih melekat di
dedaunan sawit, kiri kanan jalan, belum lagi diselimuti asap yang tidak jelas
dari mana. Di depanku pandangan tertutup oleh debu mobil truk pengangkut sawit.
Mau pelan di belakang mobil truck, akan semakin sesak dada dan pandangan mata gelap. Satu-satunya
pilihan ngebut berusaha melewati truk. Disinilah bahayanya naik kendaraan di
lahan sawit..
Memang sih,
jalan-jalan di sawit jauh lebih baik kwalitasnya, dan dirawat, dibandingkan
dengan jalan-jalan pedalaman yang menghubungkan kampung yang satu dengan kampung yang
lain. Orang bilang jalan di perkebunan itu jalan investasi kusus, sementara
jalan di kampung itu jalan urusan pekerjaan umum yang ditangani Pusat, Provinsi, Pemda, ah negara mana lagi dan kapan akan digarap juga tidak jelas. Kayaknya dari dulu jalan gitu-gitu saja. Ini
foto asli lo, bukan rekayasa.
sampai kapan jalan begini terus |
Menjengkelkan juga,
kemana harus mengeluh. Pemimpin yang familiar dengan pedalaman saja ndak peduli meski punya
legitimasi, apalagi mereka yang tidak pernah merasakan pahit getirnya hidup
sebagai orang pedalaman.
Ya lalu apa, mau
mengeluh dan mengumpat pemimpin terus.
Maka, yuk kita cari pemimpin yang mau mendengar, merasakan, melihat, mau menangis melihat kampung halaman yang jarang disentuh. Ayo cari pemimpin yang visioner, yang memiliki gagasan besar ke depan, tidak memerintah melulu, yang tidak diatur-atur, yang jelas tidak korupsi deh untuk membayar segala deal-deal politiknya. Itu aja sih.
Maka, yuk kita cari pemimpin yang mau mendengar, merasakan, melihat, mau menangis melihat kampung halaman yang jarang disentuh. Ayo cari pemimpin yang visioner, yang memiliki gagasan besar ke depan, tidak memerintah melulu, yang tidak diatur-atur, yang jelas tidak korupsi deh untuk membayar segala deal-deal politiknya. Itu aja sih.
Kamora,12 Sept 2015.
Suklan
Suka jalan-jalan